111. A Stork and Monkey - Sang Bangau dan Kera


The stork has long legs and neck. Strong and broad wings so he can fly high and far. His favorite food is frogs. Besides, he likes grasshoppers, caterpillars trees, and snails.


The stork friends with the monkey. The stork is often helpful for fleas the monkey. If traveling far, the storks usually flies the monkey. However, the wily and treacherous apes have always arbitrarily.



Ever ask the monkey of the crane to catch fish in a pond. While the crane work, the monkeys ate their fill. Once completed, the stork just got a little too, because some have been hidden first by the monkey. The treatment of such, the stork is certainly hurt. But do not get hung up. They seemed to get along.


Until one day the monkey wants to cheat the stork again. The monkey wants to go to island Medang  the famous sapodilla fruit. But how to get there because the apes sure none of his friends who would lend him a boat. The only hope is the crane. He tried to make how to make the cranes would fly to the Medang Island.


At the time of famine struck citizens stork, Invited the stork went Medang Island. The monkey told that there is definitely Medang Island frogs that much, because the island was uninhabited. Without the slightest suspicion, the stork did not reject the offer of the monkey. So determined day of their departure.


Both left with hope earn a decent living on the island opposite.


"Stork my best friend, when he reached Medang island, I am going to make a boat out of clay," said the monkey.


"Are you now so good that can make the boat?" Asked the stork with a tone of disbelief.


"For a long time I went to the land of the good at learning how to make a boat. Now I could make a boat out of clay." Said the monkey. Importantly, you have to help me collect the clay, "said the monkey.


Under the agreement, one day the cranes leaving the monkey flew toward the Medang island expectations. After a while flying, it appears from a distance Medang a verdant island. On the back of the crane, the monkey had imagined sapodilla fruit fragrant and sweet. The monkey told the stork fly faster. But, alas, the stork exhausted, unable to fly even faster. Moreover, the monkey constantly invites conversation while sitting on the back of the tasty stork.


With the remaining energy available, they came to the Medang island. With panting the stork landed safely. They rested for a while enjoying the beautiful scenery in the quiet island.


While the crane was still exhausted after flying with a load of the heavy body of the monkey, the monkey was on the sapodilla tree with a radiant face. He jumped from tree sapodilla to tree sapodilla another. His mouth chewing sapodilla fruit that ripen without stopping. Frog estimated abundance, not one. Forced to relinquish the stork just lay exhausted. Occasionally he caught a small crab passing nearby. However, because of the unusual stork eating a crab, his stomach felt a little queasy. Meanwhile, the monkey was asleep in a tree. His stomach looks blue satiety signal.


After the monkey got up, said the stork.


"The monkey, you have had enough here. Food is plentiful. Frogs and locusts which you promised not here. Therefore, I can not possibly stay here. I'm going back to my hometown. Sapodilla fruit with abundant here, you can  live seven generations. Therefore, tomorrow I'll go home. I will tell to the people of the monkey about your forest.


"Come on, how could I live alone here '" said the monkey.


"But I do not live in an area without a frog like this," said the stork a bit miffed.


"Then all right. Fly Let me return to the village with you," said the monkey.


"Sorry monkey, not quite recovered my wings to fly with the weight of your body. Instead of flying with you, flying itself is not necessarily strong."


"Then we'll wait until you recover strength." Said the monkey.


"How could I have to wait. What should I eat? What I have to die of hunger here while you have an abundance of sapodilla fruit? I guess you can go home alone by boat. You can make the boat. "Replied the stork.


The monkey bowed shame. He remembered going to lie. Actually, he had little expertise to make a boat. However, because of embarrassment to the crane, he said...


"Then help me find clay. Later I were hammered."


"Long story short, the boat was finished. They pushed into the sea, and leave them alone. A monkey boat ride with a feeling of fear.


Occasionally, the boat was hit by waves. The monkey face became pale. Instead the crane was always singing.


Of course, the crane can fly if the boat was destroyed buffeted by the waves. The possibility exists destroyed, because the boat was only made of clay by apes who are not experts. In the meantime, they had sailed away into the ocean. Sumbawa island as his home was visible from a distance.


Suddenly a storm blew loudly. The rain was pouring down. Rolling ocean waves hit their boat. In a short time, the boat broke apart. The stork flew immediately, while the monkey with difficulty trying to swim. However, a small body unable to fight the swift currents and large waves are increasingly raging seas. Finally, the monkey off the ocean waves swallowed.





Sang bangau punya kaki dan leher yang panjang. Sayapnya kuat dan lebar sehingga ia mampu terbang tinggi dan jauh. Makanan kesukaannya adalah kodok. Selain itu ia suka belalang, ulat pohon, dan bekicot.


Sang bangau bersahabat dengan sang kera. Sang bangau sering membantu mencari kutu sang kera. Jika bepergian jauh, sang bangau biasanya menerbangkan sang kera. Akan tetapi, sang kera yang licik dan khianat selalu ingin enaknya saja.


Pernah sang kera minta tolong sang bangau untuk menangkap ikan di sebuah kolam. Sementara sang bangau bekerja, sang kera makan sampai kenyang. Setelah selesai, sang bangau hanya mendapat bagian sedikit, karena sebagian telah disembunyikan terlebih dulu oleh sang kera. Atas perlakuan yang demikian, sang bangau sudah tentu sakit hati. Namun tidak sampai memutuskan hubungan. Mereka tampak rukun-rukun saja.


Sampai pada suatu hari sang kera ingin menipu sang bangau lagi. Sang kera ingin pergi ke Pulau Medang yang terkenal buah sawonya. Tetapi bagaimana caranya untuk bisa kesana karena kera yakin tidak ada satupun dari temannya yang mau meminjamkan perahu kepadanya. Satu-satunya harapan adalah sang bangau. Ia mencari akal bagaimana agar sang bangau mau menerbangkannya ke Pulau Medang.


Pada saat kelaparan melanda warga bangau, diajaklah sang bangau pergi ke Pulau Medang. Sang kera bercerita bahwa di Pulau Medang pasti terdapat kodok yang banyak, karena pulau itu tidak berpenghuni.


Tanpa curiga sedikitpun, sang bangau tidak menolak tawaran sang kera. Maka ditentukanlah hari keberangkatan mereka. Keduanya berangkat dengan penuh harapan memperoleh kehidupan yang layak di pulau seberang.


"Bangau sahabatku, sesampai di Medang nanti saya akan membuat perahu dari tanah liat” kata sang kera. "Apakah kamu sekarang sudah begitu pandai sehingga bisa membikin perahu?” tanya sang bangau dengan nada tak percaya.


"Sudah lama saya pergi ke negeri orang-orang pandai belajar membuat perahu. Sekarang saya baru bisa membuat perahu dari tanah liat.” kata sang kera. Yang penting, kamu harus membantu saya mengumpulkan tanah liatnya,” lanjut sang kera.


Sesuai dengan kesepakatan, pada suatu hari sang bangau berangkat menerbangkan sang kera menuju Medang pulau harapan. Setelah beberapa saat terbang, tampaklah dari kejauhan Pulau Medang yang menghijau. Di atas punggung sang bangau, sang kera telah membayangkan buah-buah sawo yang harum baunya dan manis rasanya. Sang kera menyuruh sang bangau terbang lebih cepat. Namun, apa daya, sang bangau kecapaian, tidak mampu terbang lebih cepat lagi. Apalagi sang kera terus-menerus mengajak bercakap-cakap sambil duduk enak di atas punggung sang bangau.


Dengan sisa tenaga yang ada, akhirnya mereka sampai ke Pulau Medang. Dengan napas terengah-engah sang bangau mendarat dengan selamat. Mereka beristirahat sebentar menikmati pemandangan indah di pulau yang sunyi itu.


Sementara sang bangau masih kelelahan setelah terbang dengan beban tubuh sang kera yang berat, sang kera sudah berada di atas pohon sawo dengan wajah berseri. Ia melompat dari pohon sawo yang satu ke pohon sawo yang lain. Mulutnya mengunyah buah-buah sawo yang masak tanpa berhenti. Kodok yang diperkirakan melimpah ruah tidak ada seekorpun. Terpaksa sang bangau hanya berbaring melepaskan lelah. Sesekali ia menangkap kepiting kecil yang lewat di dekatnya.


Namun, karena sang bangau tidak biasa makan kepiting, perutnya terasa agak mual. Sementara itu, sang kera telah tertidur di atas pohon. Perutnya tampak membiru tanda kekenyangan.


Setelah sang kera bangun, berkatalah sang bangau.


"Sang kera, anda telah kenyang di sini. Makanan berlimpah. Kodok dan belalang yang Anda janjikan tidak ada di sini. Oleh karena itu, saya tidak mungkin tinggal di sini. Saya akan kembali ke kampung halamanku. Dengan buah sawo yang berlimpah di sini, anda bisa hidup tujuh turunan. Oleh karena itu, besok saya akan pulang. Saya akan menceriterakan kepada warga kera tentang hutan sawo mu.


"Jangan begitu, mana mungkin saya hidup sendirian di sini” kata sang kera.


"Tetapi saya tidak mungkin hidup di daerah tanpa kodok seperti ini,” jawab sang bangau agak jengkel.


"Kalau begitu baiklah. Mari terbangkan saya pulang ke kampung bersamamu,” ujar sang kera.


"Maaf kera, sayapku belum begitu pulih untuk bisa terbang dengan beban tubuhmu. Jangankan terbang dengan mu, terbang sendiri pun belum tentu kuat."


"Kalau begitu kita tunggu saja sampai Anda pulih kembali kekuatannya.” kata kera.


“Mana mungkin aku harus menunggu. Apa yang harus saya makan? Apa saya harus mati kelaparan di sini sementara kamu punya buah sawo yang berlimpah? Saya kira kamu dapat pulang sendiri dengan perahu. Kamu dapat membuat perahu kan.” Jawab sang bangau.


Sang kera tertunduk malu. la ingat akan kebohongannya. Sebenarnya ia hanya punya sedikit keahlian membuat perahu. Namun, karena malunya kepada sang bangau, ia berkata..


"Kalau begitu bantulah saya mencari tanah liat. Nanti saya yang menempanya."


"Singkat cerita, perahu itu sudah jadi. Mereka mendorong ke tengah lautan, dan berangkatlah mereka berdua. Sang kera naik perahu dengan perasaan takut sekali.


Sesekali, perahu itu diterjang ombak. Wajah sang kera menjadi pucat. Sebaliknya sang bangau selalu bernyanyi.


Tentu saja sang bangau dapat terbang jika perahu itu hancur diterpa ombak. Kemungkinan untuk hancur memang ada, karena perahu itu hanya dibuat dari tanah liat oleh kera yang tidak ahli. Sementara itu, mereka telah berlayar jauh ke tengah lautan. Pulau Sumbawa sebagai kampung halamannya telah tampak dari kejauhan.


Tiba-tiba badai bertiup dengan kencang. Hujan pun turun dengan lebat. Ombak lautan bergulung-gulung menerpa perahu mereka. Dalam waktu yang singkat, perahu itu pecah berantakan. Sang bangau segera terbang, sedangkan sang kera dengan susah payah mencoba berenang. Namun, tubuhnya yang kecil tidak mampu melawan derasnya arus dan besarnya gelombang lautan yang kian mengganas. Akhirnya, sang kera mati ditelan ombak lautan.

No comments:

Post a Comment